Mobil Listrik Impor Wajib Dirakit Lokal Mulai 2026, Simak Daftarnya
- Selasa, 09 September 2025

JAKARTA - Program insentif untuk mobil listrik impor di Indonesia resmi berakhir pada Desember 2025. Kebijakan ini memaksa produsen kendaraan yang sebelumnya menikmati fasilitas subsidi untuk mulai merakit produknya secara lokal. Aturan ini bukan sekadar formalitas, karena ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi agar produsen tetap dapat menjual mobil listrik di Tanah Air dengan skema yang lebih kompetitif.
Salah satu syarat penting adalah jumlah unit yang dirakit lokal harus sebanding dengan jumlah unit yang dijual selama menerima subsidi. Hal ini dimaksudkan agar penerima insentif benar-benar berkomitmen mengembangkan industri mobil listrik domestik, bukan sekadar memanfaatkan keringanan pajak sementara. Selain itu, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mobil listrik harus mencapai minimal 40 persen dan akan ditingkatkan secara bertahap sesuai perkembangan industri.
Sejumlah produsen kendaraan listrik yang terdampak aturan ini antara lain Citroen, Aion, Maxus, BYD, Geely, VinFast, Xpeng, dan GWM Ora. Masing-masing merek memiliki strategi berbeda dalam memenuhi persyaratan perakitan lokal. Misalnya, Citroen hanya akan merakit Citroen E-C3 secara lokal, sedangkan model lain seperti E-C4 tetap diimpor utuh dengan status spot order. Artinya, meski konsumen bisa memesannya, jumlah unit terbatas dan tidak memperoleh insentif seperti kendaraan lokal.
Baca Juga
Sementara itu, merek Aion menyiapkan perakitan untuk beberapa model unggulannya, seperti Aion Y Plus, Hyptec HT, dan Aion V. Tipe terbaru Aion UT juga direncanakan mengikuti skema serupa agar bisa tetap bersaing di pasar Indonesia. Dengan strategi ini, Aion berharap dapat memenuhi persyaratan TKDN sekaligus memperkuat kehadiran merek di segmen mobil listrik.
Maxus, yang berada di bawah naungan Indomobil bersama Citroen dan Aion, memanfaatkan fasilitas perakitan lokal untuk dua model Multi Purpose Vehicle (MPV) bertenaga listrik murni. Perakitan dilakukan di fasilitas PT National Assemblers yang memiliki pengalaman memproduksi kendaraan berbagai merek. Strategi ini tidak hanya memenuhi syarat pemerintah, tapi juga memungkinkan produsen menekan biaya logistik dan mengoptimalkan ketersediaan unit untuk konsumen lokal.
Bagi konsumen, kebijakan ini berarti akan lebih banyak pilihan mobil listrik yang dirakit di Indonesia mulai tahun depan. Keuntungan lain adalah kemungkinan harga lebih kompetitif dibandingkan versi impor, karena pajak dan biaya impor sudah diperhitungkan sejak awal. Selain itu, perakitan lokal berpotensi membuka lapangan kerja baru dan mendukung pengembangan ekosistem industri mobil listrik nasional, termasuk suplai komponen dan aksesoris.
Namun, produsen juga harus waspada. Jika volume produksi lokal tidak sesuai dengan ketentuan atau TKDN tidak tercapai, pemerintah berhak mencabut insentif atau memutus akses untuk menikmati fasilitas khusus. Hal ini menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan bukan sekadar memberikan kemudahan bagi produsen, tetapi juga membangun fondasi industri kendaraan listrik yang mandiri dan berkelanjutan.
Selain Citroen, Aion, dan Maxus, beberapa produsen lain seperti BYD, Geely, VinFast, Xpeng, dan GWM Ora juga perlu menyesuaikan strategi mereka. Beberapa di antaranya mungkin memilih model tertentu untuk dirakit lokal, sementara model lain tetap diimpor, tergantung skema penjualan dan target pasar. Hal ini menunjukkan fleksibilitas produsen dalam menghadapi perubahan regulasi tanpa mengurangi daya tarik produk di mata konsumen.
Perubahan regulasi ini menjadi momentum penting bagi industri otomotif Indonesia. Pemerintah menekankan pentingnya keterlibatan lokal dalam rantai produksi mobil listrik, mulai dari perakitan, pengadaan komponen, hingga layanan purna jual. Dengan begitu, ekosistem kendaraan listrik tidak hanya menguntungkan konsumen, tetapi juga menumbuhkan industri pendukung yang lebih luas.
Selain memenuhi persyaratan pemerintah, produsen mobil listrik juga harus memperhatikan kualitas produk. Perakitan lokal yang dilakukan dengan standar tinggi akan memastikan performa dan keamanan kendaraan tetap terjaga, sehingga konsumen tetap puas. Sebaliknya, kualitas perakitan yang kurang baik bisa berdampak negatif pada reputasi merek dan menghambat pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Indonesia.
Dengan adanya regulasi ini, konsumen dapat menantikan mobil listrik dengan lebih banyak fitur lokal, harga lebih kompetitif, dan dukungan purna jual yang lebih cepat. Produsen di sisi lain memiliki tantangan sekaligus peluang: memastikan produksi lokal sesuai target, memenuhi TKDN, dan tetap inovatif agar produk mereka diminati pasar. Tahun 2026 diprediksi menjadi titik awal transformasi industri mobil listrik di Indonesia dari model impor ke produksi lokal yang lebih mandiri.
Dengan langkah ini, Indonesia semakin serius dalam mendorong kendaraan listrik sebagai bagian dari strategi transisi energi dan pengurangan emisi karbon. Produsen yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat akan mendapatkan keuntungan kompetitif, sementara konsumen menikmati berbagai pilihan mobil listrik yang lebih ramah lingkungan dan terjangkau.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Mitsubishi Destinator: SUV 7 Penumpang Bertenaga dengan Efisiensi Tinggi
- Selasa, 09 September 2025
Berita Lainnya
Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo, Pilihan Hemat Kereta Api Harian
- Selasa, 09 September 2025
8 Pilihan Mobil Listrik 2025 dengan Sunroof, Modern dan Terjangkau
- Selasa, 09 September 2025
Terpopuler
1.
Cara Daftar TJ Card dan Jakcard Combo Gratis Naik Transjakarta
- 09 September 2025
2.
Trans Jogja Tambah Halte Baru, Akses Makin Mudah
- 09 September 2025
3.
Cara Mudah Pesan Tiket Bus Sinar Jaya ke Pantai Jogja
- 09 September 2025
4.
DAMRI Layani Rute Bengkulu Seluma, Transportasi Praktis Terjangkau
- 09 September 2025
5.
Trans Padang Koridor 2 Kini Tersambung hingga Perbatasan Painan
- 09 September 2025